Menurut Asep, dijadikannya nama daerah sebagai nama masjid dan pesantren bertujuan agar orang bisa merasa lebih dekat, mudah diingat, dan mudah dikenal.
Kemudian, pada tahun 1945, pondok pesantren ini menjadi basis atau posko pertahanan para pejuang dalam rangka mempertahankan Republik Indonesia.
“Tahun 1946 ketika salat Jumat, terjadi penyerangan oleh tentara Belanda dari segala penjuru. Akibat kejadian itu, sekitar 200 syuhada gugur,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Awalnya para pahlawan yang gugur ini dimakamkan di halaman masjid. Tapi, pada tahun 1993 Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memindahkan makamnya ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra.
“Para syuhada ini sebenarnya dimakamkan di halaman masjid. Namun, sebagai bentuk menghargai jasa para syuhada, akhirnya Pemkot Bandung saat itu memindahkan makam ke TMP. Bentuknya memang bukan makam utuh karena saat awal gugur pun para pahlawan ini ditembaki di satu lubang,” tuturnya.
Lalu, pada tahun 1957 dilakukan perbaikan bangunan yang rusak dan pembangunan menara.
Sementara itu, Takmir Masjid Pesantren Cijawura, Ridwan menambahkan, saat 1946 Belanda belum menerima kemerdekaan Indonesia. Ini mendorong para tokoh pimpinan Pesantren Cijawura mengungsi ke Ciparay.
“Karena di sini kosong, jadinya tempat ini dijadikan posko perjuangan,” ungkap Ridwan.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya